Doctor Police


Dinda adalah mahasiswa semester akhir di jurusan kedokteran. Dia adalah anak semata wayang yang tinggal bersama mama, papa, serta tantenya adik papanya di kota sekeras Jakarta. Dia hidup dengan sangat sederhana, beruntung ia memiliki otak yang cerdas dan mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan kuliah kedokteran sampai lulus. Itu semua ia lakukan untuk mamanya tercinta yang sering sakit-sakitan karena perlakuan kasar ayahnya si pecandu alkohol itu, lagipula tantenya sering pergi malam pulang pagi tak pernah memberi tahu apa pekerjaannya yang sebenarnya. Sehingga ia ingin mengobati mamanya dan memberikan kehidupan yang layak bagi keluarganya kelak.

 

Setiap pulang kuliah, Dinda selalu berjualan makaroni pedas keliling jalanan jika dagangannya tidak laku di kampus. Ia selalu pulang ke rumah sekitar pukul 8 malam dan semua uang hasil dagangannya itu ia sisihkan untuk ditabung dan untuk keperluan dapur. Alangkah terkejutnya ia mendapati seluruh perabotan rumah berserakan di depan halaman rumah bahkan banyak yang hancur. Ternyata selama ini papanya berhutang lumayan cukup besar pada bos mavia karena kalah dalam berjudi. Untuk menebus hutang tersebut yang berjumlah 5 juta, Dinda merelakan tabungannya dan menemui bos mavia supaya sertifikat rumahnya kembali.

 

Dinda mencari keberadaan bos mavia itu di Diskotik Alexa. Setelah tahu keberadaannya, ia pun menuju kamar nomor 11. Tepat di depan kamar itu ada dua bodyguard yang berjaga. Alangkah terkejutnya ia mendapati tantenya menemani bos mavia itu di dalam kamar 11 tersebut. Dinda tak habis pikir, ternyata selama ini keluarga mereka makan dari uang haram tante maupun papanya yang menang judi.

 

“Oh iya bos, ini keponakan aku yang aku ceritakan. Memang sih rupanya terkesan polos dengan kacamata bulat dan rambut yang terikat, tapi tak akan mengecewakan bos deh. Aku jamin 100% high quality, anak kedokteran juga lhoooo”

 

“Tidak, Tante. Tujuanku kesini hanya ingin mengambil sertifikat rumah kita dan membayar hutang papa aja.”

 

“Oh oh oh, jangan terburu-buru dulu gadis kecil. Lagi pula papamu sudah menjualmu pada Om.

Jadi, ambil saja uangmu dan akan aku berikan sertifikat rumahmu beserta uang tambahan lainnya.”

 

“Tidak Om, sedetikpun di tempat ini aku tak akan sudi.”

 

“Hey jaga omonganmu ya gadis kecil, berani-beraninya menolak aku, sang bos mavia ternama di daerah ini.”

 

Dengan sigap Dinda mengambil sertifikat rumah yang ada di atas meja dan meletakkan uang 5 jutanya di sana lalu pergi meninggalkan kamar itu. Karena tak terima dengan penolakan Dinda, bos mavia yang bernama Mark itu menyuruh kedua bodyguardnya untuk menangkap Dinda. Dengan sekuat tenaga, dia berlari kencang menuju pintu keluar. Namun, belum sampai ia keluar dari diskotek itu security menahannya karena perintah Bos Mark. Keributan pun terjadi di depan pintu keluar yang tadinya sepi itu. Dinda mengeluarkan jurus karate yang selama ini ia pelajari, ia sudah mendapatkan sabuk hitam dan cukup tangguh melawan kepungan lawan. Ada lima orang (3 pria dan 2 wanita) yang menyaksikan perkelahian itu, mereka berusaha untuk melawannya namun sudah terlambat karena perkelahian itu telah dimenangkan oleh Dinda. Baik security maupun bodyguard tak mampu mengalahkannya. Akhirnya Dinda bisa pulang ke rumah dengan nyaman.

 

 Sesampainya di rumah, terdengar tangisan Mama Dinda yang kesakitan karena dipukuli oleh Papa Dinda yang marah atas perbuatannya yang menolak Bos Mark itu. Dinda pun kecewa dan dengan berat hati mengajak mamanya pergi dari rumah itu sambil menyerahkan sertifikat rumah pada papanya. Dinda menceritakan semua hal kepada mamanya, termasuk pekerjaan tantenya dan asal-usul dari uang yang diberikan papanya. Mereka berdua pun bergegas pergi dari rumah dan mencari kos-kosan di sekitar kampusnya.

 

Hari yang ditunggu-tunggu pun telah tiba, akhirnya Dinda lulus dengan predikat yang memuaskan dan membuat mamanya sangat bangga. Beberapa tahun pun berlalu, kehidupan Dinda semakin baik dan mapan. Ia tak sedetikpun melupakan papa dan tantenya. Sekarang papa Dinda ada di pusat rehabilitasi dan keadaannya pun membaik, sedangkan tantenya sedang dirawat karena mengidap penyakit HIV. Dinda mengupayakan berbagai hal untuk merawat mereka bahkan membiayainya sampai sembuh dengan gajinya sendiri. Setelah magang cukup lama sebagai dokter muda di Rumah Sakit Pelita, ia ditawari untuk menjadi dokter polisi di Kepolisian Anumerta. Tak menyia-nyiakan kesempatan ini, Dinda menerima tawaran tersebut supaya mendapatkan gaji yang lebih besar lagi guna membiayai perawatan ayah dan tantenya itu. Lagipula mereka telah sadar akan kesalahan di masa lampau dan telah bertobat. Lain halnya dengan mamanya yang menjalani masa tuanya dengan berbisnis catering di rumah mereka yang sudah sangat layak kini. 

 

Dinda pun mengurus perpindahannya ke Kepolisian Anumerta sambil berpamitan dengan rekan-rekan kerjanya yang lain. Sebenarnya ia sudah nyaman bekerja di rumah sakit itu, namun ia tak bisa egois karena biaya perawatan papa dan tantenya yang cukup mahal harus segera dibayarkan. Mama Dinda  pun mensupport dan menyerahkan segala keputusan di tangan Dinda karena ia lah yang paling tahu apa yang terbaik bagi dirinya sendiri.

 

Di Kepolisian Anumerta dilakukan pengecekan kesehatan rutin bualanan sekaligus bertepatan dengan kedatangan Dinda sebagai dokter baru di sana. Ada satu geng polisi terkenal di sana yang terdiri dari 3 pria dan 2 wanita bernama Geng Tiger dan diketuai oleh Devan yang disebut juga Mr.Tiger. Geng Tiger datang belakangan setelah menyelesaikan kasus penting dan mereka berada di antrian paling belakang.

 

Sampailah pada urutan 5 antrian terakhir, Dinda mengernyitkan alisnya karena seperti pernah melihat kelima orang itu. Namun, ia masih penasaran apakah ia benar-benar pernah melihat mereka beberapa tahun lalu. Pada urutan terakhir, Dindalah yang mendapat bagian untuk mengecek darah Devan si ketua Geng Tiger itu. Sambil mengulurkan tangannya, Devan berbisik ke telinga Dinda.

 

“Apakah 3 tahun lalu kita pernah bertemu di Diskotik Alexa?”

 

“Ha……”

 

Dinda memundurkan badannya dan nampak terkejut.

 

“Hmmm ternyata benar itu kamu. Aku tak menyangka profesi sepertimu bisa ada di tempat seperti itu. Apakah gaji dokter tidak cukup?”

 

“Jaga ucapanmu ya, lagipula dulu aku masih kuliah dan belum jadi dokter. Lalu bagaimana halnya denganmu, polisi terhormat bisa-bisanya ada di tempat seperti itu? Sungguh memalukan?”

 

“Aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa, ada apa denganmu? Bisa profesional tidak sih? Kasar banget suntik orang. Oh, ya dulu geng Tiger memang melakukan penyelidikan suatu kasus di sana. Kami kepolisian cukup beralasan untuk melakukan penyelidikan di manapun, sekalipun di tempat seperti itu. Bagaimana denganmu?”

“Itu urusanku, lagipula aku bukan wanita serendah itu. Aku masih punya akal dan prinsip hidup untuk bermartabat.”

 

“Oh, ya syukur deh kalau begitu.” Devan pun pergi dari ruangan itu dan kembali melakukan tugas patrolinya bersama Geng Tiger

 

“Huhhhhhhh, sabar sabar ya Dinda. Baru aja satu hari kerja udah dapet musuh aja.” Dinda mengela sambil menarik nafas panjang kemudian meneruskan pekerjaanya di klinik kepolisian.

 

Sudah 3 tahun Geng Tiger berunding untuk melakukan penyerangan pada bos mavia terbesar yang dipimpin oleh Mark. Butuh banyak bukti untuk menjerat mavia itu dengan tuduhan transaksi obat terlarang dan penjualan manusia. Pada sore harinya geng tersebut merencanakan penyergapan bersama polisi lainnya dengan semua bukti yang telah mereka dapatkan. Anggota tim medis pun ikut dikerahkan, tak terkecuali Dinda yang memiliki keahlian spesialis bedah. Seluruh strategi telah siap dan mereka beraksi pukul 9 malam di Diskotik Alexa. Pada saat itu juga terjadi pesta shabu sekaligus pelelangan manusia untuk dijadikan budak. Semakin malam suara tembakan semakin keras dan serangan pihak polisi dengan mavia sangat sengit. Semua tamu pun berlari keluar sambil ketakutan. Lain halnya dengan tim medis yang berjaga-jaga di luar tak jauh dari diskotik itu untuk bersiap memberikan bantuan.

 

Akhirnya, peperangan itu dimenangkan oleh pihak kepolisian yang berhasil menyandera Bos Mark. Tak habis akal, beberapa bodyguard yang ada di luar menyandera seseorang dan membawanya masuk ke dalam diskotik.

 

“Bos, aku dapat sandera cantik nih. Hey kalian polisi, serahkan bos kami kalau tidak sandera ini akan ku tembak.”

 

“Dinda, bisa-bisanya kamu ditangkap. Kemana keahlian ketemu itu?”

 

“Mr.Tiger terhormat, bagaimana bisa saya melawan kalau mereka memakai senjata untuk mengepung kami tim medis di luar.”

 

“Oh, aku ingat. Dinda Dinda si gadis kecil 3 tahun lalu yang menolakku. Bagaimana keadaan papamu si pemabuk itu?”

 

“Maaf ya Om, papa saya sekarang sudah cukup baik dan sudah tak ada lagi urusan perutangan dengan Om lagi.”

 

“Bagaimana bisa kamu tidak ada urusan denganku. Kamu sekarang bergabung dengan kepolisian, musuh terbesar kami. Sekarang lepaskan aku dan kalian akan mendapatkan Dinda kembali”

 

“Omong kosong, bagaimana aku bisa percaya padamu? Tak akan kulepaskan bos mavia yang licik ini.”

 

Devan mempercayakan bos mavia itu pada rekannya yang lain lalu berjalan maju mendekati Dinda yang di sandera itu. Tak tinggal diam, Dinda mulai mengeluarkan jurus karatenya karena tidak ada sandera lain selain dirinya dan cukup aman jika harus mengorbankan dirinya sendiri. Dalam hitungan detik, Dinda kembali mengalahkan dua bodyguard yang pernah ia kalahkan dulu. Sambil membersihkan tangannya, Dinda menyerahkan kedua orang itu ke anggota polisi lainnya. Sambil memandang Devan, Dinda seolah menggerakan bahunya keatas dan memegang kerah bajunya seolah menunjukkan eksistensinya.

 

“Hah, sombong banget sih…. gitu aja bangga.”

 

“Ishhh, udahlah aku cuman bercanda hehe. Balik aja ke kantor kan udah beres urusannya.”

 

Tak sampai keluar dari ruangan itu, salah satu bodyguard mengarahkan pistolnya pada Dinda. Dengan sigap Devan menahan peluru itu tepat di perutnya. Suasana pun kembali menjadi tegang dengan darah Devan yang bersimbah cukup banyak di lantai. Dinda segera memapah tubuh Devan itu ke arah mobil medis dan memberikan pertolongan pertama. Setelah sampai di rumah sakit Pelita, Dinda tak bisa ikut mengoperasi Devan karena bukan sebagai dokter di sana lagi. Namun, ia tetap bisa memantaunya dari luar. Beruntung peluru itu tak sampai ke hati dan Devan bisa selamat. Beberapa waktu berselang, orang tua Devan pun datang. Mereka adalah Jenderal Barack dan Jennifer, isterinya

 

Devan terbangun dari tidurnya dan melihat Dinda tertidur di sampingnya. Selama proses operasi sampai pagi ini ia tetap menamani Devan. Setelah melihat wajah Dinda lebih dekat, ternyata Dinda sangat cantik dengan wajahnya yang polos itu. Dinda pun terbangun dari tidurnya dan tersenyum melihat Devan yang telah sadar. Ia lalu menawarkan minum pada Devan, namun Devan pun bertanya,

 

"Kenapa kamu semalaman ada di sini?"

 

"Nggak papa, kan karna aku kamu jadi begini."

 

"Oh jadi karena hutang budi ya?"

 

"Hmmm bisa dibilang begitu sih, aku akan merawatmu sampai sembuh."

 

"Hmmm menarik menarik. Tapi aku butuh jasamu yang lain."

 

"Apa? Banyak maunya ih"

 

"Tenang, gampang kok. Kamu jadi pacarku."

 

"Ha, aku nggak salah denger. Emangnya Mr.Tiger ini nggak bisa cari pacar apa?"

 

"Udahlah, ini mendesak lagipula cuman bohongan supaya mamaku nggak jodohin aku"

 

"Wkwkwkwk, masak cowok hi-so sepertimu nggak bisa dapet cewek sendiri sih. Udah lah cari pacar beneran aja sana."

 

"Halah, aku juga tahu. Cewek se arogan kamu nggak mungkin juga punya pacar kan..  Dih dih...  baru diem kan..."

 

"Ya aku fokus dengan karir dan ada hal lain yang harus aku selesaikan."

 

"Ya ya, aku juga fokus dengan karir juga. Lagipula jasamu nggak gratis kok. Aku bisa bayar kamu berapapun yang kamu mau. Cuman 3 bulan aja kok."

 

"Baiklah, dengan satu kondisi ya... Aku mau mengobati tanteku untuk berobat HIV ke luar negeri. Bisakah kamu mengurus dan membiayai semuanya itu?"

 

"Ah itu mah kecil, ada keluargaku di Amerika yang punya rumah sakit di sana. Sudah ada teknologi canggih juga untuk mengobati penyakit itu. Ya udah, oke nih ya kita pacaran sekarang. Oh, itu alasanmu untuk pindah ke kepolisian supaya dapat gaji yang lebih besar ya"

 

"Ya begitulah... Hmm tunggu dulu, kan kamu belum sembuh dan belum melakukan apa yang aku minta."

 

"Udah lah semua akan berjalan dengan baik kok... Besok kamu ke rumahku ya bertemu orang tuaku."

 

"Ya udah deh terserahhh... "

 

Siang harinya Dinda pergi ke rumah Devan bersama mamanya. Dinda mengetuk pintu dan ternyata yang membukakannya adalah bibi pengurus Devan dari kecil. Bibi itu pun memandangi Dinda dengan seksama dan terdiam sejenak. Seakan mengenal Dinda di masa lalu, namun ia sudah pelupa karena usianya yang sudah tidak muda lagi. Bibi itu pun mempersilahkan mereka masuk dan bertemu dengan keluarga Devan di ruang makan. General Barack pun terkejut karena Mama Dinda yang bernama Elisa itu ternyata mantan pacarnya dulu. Jeniffer, Mama Devan pun juga mengenali Mama Dinda yang dulu pernah jadi mantan terindah suaminya. Karena cemburu, Mama Devan pun menarik tangan suaminya itu dan mengajak untuk mengobrol di dalam kamar. Lain halnya dengan Devan yang cukup ramah dan mempersilakan Dinda dan mamanya untuk duduk sembari menunggu makanan disajikan oleh bibi. Di dalam kamar, Mama Devan mengungkapkan rasa ketidaksetujuan, selain karena Mama Dinda adalah mantan pacar suaminya, Dinda bukan dari kalangan sosialita kelas atas, dan lagi pula ia bermaksud untuk menjodohkan anaknya itu dengan Rose anak dari Jessica temannya yang satu geng sosialita itu. Namun, Papa Devan bersikeras membela keputusan anaknya bersama Dinda, lagipula Dinda juga bukan wanita sembarangan dan cukup terpelajar dengan popularitasnya sebagai dokter muda yang berprestasi. Papa Devan pun mencoba untuk membujuk istrinya itu dan mereka berdua menuju meja makan.

 

Acara makan siang itu pun telah selesai dan Dinda berpamitan pulang. Devan berniat mengantarkan Dinda dan mamanya itu, namun Dinda menolak karena sudah bawa mobil sendiri. Sesampainya di depan pintu, ada peluru melesat dengan cepat, tampaknya ada seseorang yang akan menembak Devan namun terhalang oleh Mama Devan yang tiba-tiba berada disampingnya. Beruntung ada Dinda yang sigap menghalang peluru itu hingga tepat bersarang di lengan kirinya. Suasana menjadi ramai, seluruh warga kompleks keluar rumah dan berhasil mengamankan kedua pelaku yang bersepeda motor dan memakai jaket hitam itu.

 

Devan segera mengantar Dinda ke rumah sakit. Kini hati Mama Devan mulai melunak dan berterimakasih pada Dinda, namun ia tetap tidak setuju dengan hubungannya dengan anaknya itu. Setelah mengantar Dinda, Devan bergegas ke kantor untuk menyelesaikan kasus penembakan itu. Ternyata para pelaku itu adalah kaki tangan dari Bos Mark. Timbul kecurigaan di benaknya untuk menanyakan siapa yang menyuruh mereka melakukan itu. Namun kedua orang itu bersikeras untuk diam dan hanya berkata bahwa itu inisiatif mereka untuk balas dendam. Devan tetap curiga, karena walaupun Bos Mark ditahan tetap ada desas-desus bisnis shabu dan pelelangan manusia tetap dijalankan secara tersembunyi di kampung-kampung. Ia curiga ada bos lain yang turut menggerakan bisnis haram itu selagi Bos Mark di penjara.

 

Satu bulan pun berlalu, Dinda telah pulih dan kembali bertugas di klinik kepolisian Anumerta lagi. Ia masih menjalankan tugasnya sebagai pacar pura-pura dari Mr.Tiger. Semua orang pun respect kepadanya dan bahkan para polisi yang dulu pernah mendekatinya sekarang sangat segan untuk menemuinya lagi. Keadaan seperti itu membuat Dinda tidak nyaman dengan perhatian lebih para rekan tenaga medis maupun anggota kepolisian lainnya. Dinda menemui Devan dan membicarakan perjanjian mereka lagi.

 

“Mr.Tiger, ehhhh Pak Devan…”

 

“Panggil nama aja kali, kamu kan pacarku, Ada apa sih cepetan deh aku masih banyak pekerjaan.”

 

“Iya iya

 

Devan….”

 

“Nah itu baru bener”

 

“Hmmm gini, aku rasa udah ya sandiwara ini. Aku udah ngga kuat lagi. Aku risih mendapat perhatian lebih orang-orang di sini lagipula mama kamu pun tak akan pernah setuju dengan ku. Mama kamu juga bilang kalau kamu sudah dijodohkan dengan seorang wanita yang setara denganmu.”

 

“Oh itu, kita masih ada 1 bulan lagi dan ini baru 2 bulan perjanjian kita. Lagipula aku sama sekali tak tertarik dengan wanita itu. Aku masih setia dengan seseorang yang sampai detik ini aku mencari keberadaannya. Kamu masih mau tantemu sembuh kan?”

 

“Ya masih mau lah… Hmmm ternyata kamu orang yang setia juga ya. Emang cewek seperti apa sih dia yang kamu tunggu itu?”

 

“Halahhh kepo amat sih, udah lah kita jalanin aja urusan kita ini. Itu urusan pribadiku.”

 

“Hmm yaudah lah tinggal 1 bulan ini.”

 

Dinda telah menyelesaikan tugasnya, ia bergegas pulang menuju mobilnya yang terparkir di depan kantor kepolisian. Tiba-tiba ada orang yang membekap mulutnya dan memasukkannya ke dalam mobil bak tertutup. Beruntung anggota Tiger melihatnya dan langsung memberitahu Mr.Tiger. Geng tersebut bergegas untuk menolong Dinda, kejar-kejaran yang cukup menegangkan beserta tembakan di sore hari itu kian menjadi. Sampai akhirnya, tim kepolisian lain dapat menghalangi mobil penculik itu di tepat di hadapannya. Dengan segera Mr.Tiger yang tak lain adalah Devan itu membuka mobil bak tertutup itu dengan peluru pistolnya. Ia terkejut mendapati Dinda yang telah disekap dan ditodong pistol oleh sesosok wanita yang ia kenal.

 

“Rose, apa itu kamu.”

 

“Devan Devan, iya ini aku. Kenapa?”

 

“Aku tak menyangka wanita terhormat sepertimu sanggup melakukan hal seperti ini”

 

“Apa salahku? Aku bisa melakukan apapun yang aku mau dengan sangat mudah. Masak kamu mau dengan Dinda si anak kampungan dari keluarga pemabuk dan pelacur? Sangat memalukan, dari dulu kami satu SMA Dinda yang ngga punya malu ini jualan makaroni di sekolah kami yang elite itu hanya karena ia mendapatkan beasiswa di sana. Ya walaupun di sekarang jadi dokter pasti itu hanya keberuntungan saja.”

 

“Jaga ucapanmu Rose, sekarang lepaskan Dinda. Kamu sudah tak bisa berkutik lagi. Aku tak mencintaimu Rose, sudahlah…Aku tak akan pernah mencintai wanita sepertimu.”

 

“Devan… Kamu harus mencintaiku atau wanita ini yang kamu cintai akan aku tembak… hahaha”

 

“Jangan gila kamu Rose, lepaskan dia. Baik kamu atau Dinda bukan wanita yang aku cintai. Lagipula aku hanya pacaran bohongan aja dengannya supaya mama tak jodohkan aku dengan kamu.”

 

“Mr.Tiger, aku pernah melihat beberapa orang ini. Sepertinya mereka adalah anak buah si Mark” Celetuk salah satu anggota geng Tiger

 

“Tepat sekali, aku adalah putri dari Bos Mavia terkenal Mark Alexander.”

 

“Aku tak menyangka kamu punya bisnis sekeji itu. Kamu tak pantas menjadi wanita terhormat seperti yang mamaku inginkan.”

 

“Devannnn……”

 

Rose mengarahkan pistolnya dan hendak menembak Dinda. Dengan sigap Dinda melawan Rose dan akhirnya Rose ditangkap beserta Jessica mamanya. Kini bisnis mereka yang keji itu telah bankrupt dan berakhir di jeruji besi yang menahan satu keluarga mavia itu beserta anak buah mereka. Lain halnya dengan kisah antara Devan dan Dinda yang sudah berakhir tepat di 3 bulan perjanjian mereka. Tante Dinda pun dibawa ke Amerika dan mendapat pengobatan lengkap di sana. Sedangkan Devan dan anggota geng Tiger mendapatkan penghargaan dan dikirim ke luar kota untuk menyelesaikan kasus lain.

 

Dinda kembali ke kehidupannya semula yang normal. Namun, di benaknya menyimpan kerinduan akan pertikaiannya dengan Devan. Ia menyadari bahwa ia telah jatuh cinta padanya namun tetap menyangkal diri karena Devan tak akan mencintainya. Lagipula Devan masih mencari wanita yang ia tunggu.

 

Satu tahun pun berlalu, Devan kembali ke Jakarta dan berniat menemui Dinda di rumahnya. Hari itu adalah hari Sabtu, ia tak bisa menjumpai Dinda yang kebetulan ditugaskan ke luar kota beberapa hari. Di rumah Dinda hanya ada mamanya yang sedang sibuk mengurus cateringnya bersama karyawan yang lain. Devan pun menunggu di ruang tamu sambil melihat-lihat rumah Dinda yang sangat rapi, bersih, dan wangi. Ia nampak terkejut melihat ada foto masa kecil Dinda memakai pakaian karate bersama seorang pria kecil di sampingnya. Foto itu sangat persis dengan foto miliknya yang tersimpan di dompetnya. Ia lantas menanyakan perihal foto itu pada Mama Dinda. Devan pun terkejut mendapati bahwa pria kecil itu adalah dirinya bersama wanita yang selalu ia tunggu adalah Dinda. Devan segera berpamitan dan pulang ke rumahnya menceritakan segala sesuatu pada orang tuanya. Akhirnya kedua orang tua Devan menyetujui hubungan mereka.

 

“Din, hari ini kamu cuti kan? Tolong antar pesanan catering Mama ya ke Sweet Garden nanti sore.”

 

“Loh itu kan taman yang baru buka kan ya Ma?”

 

“Ia sayang, makanya pemiliknya mau launching tempat itu sekaligus mengadakan pesta kebun di sana. Mama mau pergi perawatan dulu ya.”

 

“Oh oke Ma, siap deh. Semua akan beres, mama bersenang-senang aja dulu.”

 

Dinda bergegas membawa pesanan catering tersebut bersama pegawainya yang lain. Taman itu tampak sepi, dan ada meja-meja yang telah terhias rapi seperti tak ada orang satupun. Tanpa banyak berpikir, Dinda menyusun makanan yang telah dibawanya itu. Hari semakin malam, namun orang-orang tak juga muncul. Karena semakin gelap, Dinda menyuruh pegawainya itu untuk menyalakan lampu. Terlihat dekorasi yang semakin indah di malam itu. Tak lama setelah itu terdengar suara dari speaker.

 

“Adin, aku berjanji suatu hari kelak akan kembali bertemu denganmu lagi. Dulu kita pernah berjanji untuk membuat taman yang luas untuk sanggar karate kita. Inilah taman yang kita impikan dulu.”

 

“Sepertinya aku mengenal suara itu. Ha, dia tahu nama masa kecilku dan janjiku dengan Vano. Apakah dia Vano?” Dinda berbicara dalam hatinya.

 

“Kalau itu kamu, keluar dong Vano. Kamu belum memenuhi janjimu bertemu denganku.” Dinda memandang sekitarnya dan berusaha mencari sumber suara itu.

 

“Jika aku keluar, apakah kamu bisa berjanji padaku?”

 

“Iya apa Van?”

 

“Tetap bersamaku dan menikah denganku.” Vano yang adalah Devano itu keluar dari tempat persembunyiannya sambil membawa buket bunga besar. Dia berjalan diiringi rombongan keluarganya dan keluarga Dinda juga.

 

“Mama bohong ya sama Dinda? Papa…. wah papa sudah sehat Tante sudah sembuh……!!!” Dinda terharu melihat apa yang ada di depan matanya itu sambil merajuk kesal karena dibohongi semua orang.

 

“Aku, Devano El Barack berjanji setia sehidup semati. Maukah kamu menjadi pasangan hidupku sampai maut memisahkan?” Devan lalu bersujud dan memulai proses lamaran itu pada Dinda.

 

“Aku, Adinda Lovina menjawab iya dengan sepenuh hati”

Comments

Popular posts from this blog

4 Villa

Don't Forget to Love Me