Don't Forget to Love Me
Berawal dari perpisahan antara dua orang anak berusia sepuluh dan tujuh tahun. Lelaki kecil yang berusia sepuluh tahun itu akan pergi ke luar pulau mengikuti dinas papa serta mamanya. Namun sebelum pergi, pria kecil itu membisikkan sebuah kalimat ke telinga si gadis kecil. "Don't Forget to Love Me". Sedangkan gadis kecil itu hanya bisa melambaikan tangan dengan senyuman, berharap pria kecil itu kembali lagi. Dia sangat sedih karena hanya tinggal bersama mamanya setelah kepergian papanya setahun yang lalu. Papanya meninggalkan warisan kebun teh yang sangat luas karena beliau adalah juragan teh.
Gadis kecil itu bernama Anastasya yang kerap dipanggil Tasya. Dia tumbuh dengan begitu manis dan periang. Sewaktu SMP, Tasya mengalami kecelakaan karena menyelamatkan seorang hamba Tuhan yang sedang menyebrang jalan menuju Gereja. Hal itu membuat Tasya kehilangan sebagian memori hidupnya sebelum kecelakaan itu terjadi. Beruntung, keadaannya semakin pulih dan mulai ingat bahwa ia hanya memiliki seorang mama yang perlu ia rawat. Sampai ketika kelulusan SMA tiba, mama Tasya jatuh sakit. Keadaan itu membuatnya menjual habis tanah peninggalan papanya untuk pengobatan. Akhirnya, Tasya tak memiliki uang sepeserpun untuk melanjutkan kuliah.
Dalam keadaan putus asa, Tasya pergi ke gereja untuk berdoa. Tiba-tiba ada hamba Tuhan yang mendengar doa Tasya dan menawarkan bantuan. Dia adalah hamba Tuhan yang sama yang telah diselamatkannya tiga tahun yang lalu. Terdapat yayasan Kasih TNI yang mencari anak asuh dari gereja itu. Dengan raut wajah penuh bahagia, Tasya setuju untuk menerima beasiswa tersebut. Akhirnya Tasya bisa kuliah disalah satu universitas ternama di daerahnya sambil menjaga mamanya yang sakit. Karena kecerdasannya, Tasya masuk ke jurusan kedokteran supaya ia bisa membantu mamanya maupun orang lain yang membutuhkan.
Dua tahun kemudian, penyakit mamanya sudah tak bisa diobati lagi. Akhirnya tasnya menjadi sebatang kara karena kepergian mamanya. Namun sebelum itu, mama Tasya memberinya sebuah kalung dengan liontin berbentuk setengah hati. Beliau berpesan untuk menjaga kalung itu dengan baik sampai ia menemukan tunangan masa kecilnya dulu. Tasya pun menuruti permintaan mamanya itu sebagai kenang-kenangan terakhir darinya sekalipun ia tak ingat siapa tunangannya dulu karena kecelakaan itu.
Tasnya pun berhasil lulus dengan predikat terbaik di kampusnya. Setelah ia melanjutkan studi spesialis dokter bedah, ia bekerja di Rumah Sakit TNI AD sebagai ucapan terima kasih atas beasiswa yang telah diberikan yayasan tersebut. Namun, bukan karena itu saja ia memutuskan untuk menerima tawaran rumah sakit itu. Meskipun banyak tawaran rumah sakit nasional maupun swasta lain, tapi Tasya memiliki kedekatan batin dengan dunia TNI.
Tasya pun menemukan kebahagian hidupnya untuk melayani sesama dengan penuh kasih. Ia sudah kehilangan keluarga bahkan memori masa lalunya, namun tetap menjadi gadis periang yang membawa sukacita bagi sekitarnya. Sekalipun masih terbilang dokter baru di RS itu, kemampuan dan keterampilannya tak bisa diragukan. Berkat itu, dr.Tasya mendapat banyak panggilan seminar sebagai pembicara di berbagai acara on air maupun off air. Kepopulerannya pun semakin dipertimbangkan sebagai dokter sekaligus motivator muda di Indonesia.
Saat ini, dr.Tasya melayani di ruang bedah RS tersebut. Tiba-tiba RS menjadi sangat sibuk dengan kedatangan pasukan garuda yang telah menyelesaikan misi persahabatan di luar negeri. Sebelum ke markas besar, mereka berhenti ke RS untuk mengantarkan beberapa prajurit yang terluka. Ruang bedah pun menjadi tempat yang paling ramai karena banyak prajurit yang perlu di jahit lukanya. Semua dokter bedah dikerahkan untuk menangani para prajurit. Sedangkan dr.Tasya spesial ditugaskan untuk mengobati luka Jenderal TNI AD yang bernama Jenderal Anthon. Dia sangat terkenal sebagai Jenderal berdarah dingin termuda yang hanya berbicara secukupnya saja. Namun tak dipungkiri, dia memiliki wajah yang sangat tampan, idola para suster RS tersebut.
Di meja bedah, dr.Tasya bersiap untuk menjahit luka robek di bahu sang jenderal.
"Wow banyak sekali jahitan luka di punggung Jenderal. Nggak sekalian buka Toko Jahit aja ya... Hehe"
"Ehem," beberapa rekan perawat memperingati dr.Tasya
"Ma ma afff jenderal, saya hanya berniat mencairkan suasana dan menghibur jenderal saja"
"Saya tidak butuh hiburan Anda"
"Astaga, jenderal ini beneran berdarah dingin banget ya. Sombong amat sih. Emangnya kalau jadi jenderal se kaku itu ya... Hmmm" Perkataan Tasya di dalam hatinya. Sejak saat itu, Tasya tidak mau basa-basi lagi dengan jenderal itu dan membuat perang dingin di antara keduanya.
Latihan persahabatan TNI pun diadakan lagi dengan markas provinsi lain. Terdapat beberapa prajurit yang cedera dan perlu perawatan. RS pun kembali disibukkan dengan pelayanan pada para prajurit TNI. Tak terkecuali, Jenderal yang memiliki luka kemarin jahitannya lepas. Dengan penuh kesal, dr.Tasya merapikan jahitan kemarin. "Huft, langganan jahitan lagi nih... hmmm", gumamnya.
"Sudah selesai ?"
"Belum jenderal, sebentar lagi"
"Sudah selesai mengeluhnya?"
"Maaf jenderal, Saya kira Anda tak mendengar saya berbisik"
"Astagahhh, peka juga telinga ini orang. Sebel banget dehhhh ihhh. Tenang Tasya tenang ya... Tarik napas buang..." Kali ini Tasya bicara dalam hati supaya tak terdengar oleh jenderal itu lagi.
Suatu hari di pagi yang cerah, para prajurit TNI jogging pagi di sekeliling kompleks TNI yang berdekatan dengan RS TNI. Tiba-tiba dr.Tasya berlari sambil membawa kotak suplemen menuju klinik TNI di kompleks tersebut. Tak sengaja ia menabrak Jenderal Anthon yang sedang memastikan barisan dari belakang. Tasya pun meminta maaf dan segera menuju ke klinik karena terburu-buru akan menghadiri seminar on air di suatu stasiun TV swasta. Tak disadari, kalung peninggalan mamanya terjatuh tepat di kaki Anthon saat berlari tadi. Kalung itu pun dibawa Anthon ke kamarnya untuk dicocokkan dengan kalung miliknya. Ternyata benar, kalung mereka cocok dan kalung itu milik tunangan masa kecilnya dulu. Jenderal Anthon pun penasaran pada dr.Tasya.
Keesokan harinya, Jenderal Anthon mendatangi RS ke ruang kerja dr.Tasya.
Tok tok tok... suara pintu pun diketuk. Terdengar dari luar, dr.Tasya sedang berbincang cukup seru dengan seorang pria. Mendengar ketukan pintu, dr.Tasya pun mempersilahkan orang itu masuk.
"Boleh saya bicara dengan dr.Tasya"
"Baik jenderal, saya keluar dulu. Permisi" ucap dr.Andi dengan hormat
"Astaga, arogannya ngga ilang-ilang ya orang ini." Tasya menghela nafas sambil bicara dalam hati.
"dr.Tasya, apakah Anda tahu tentang kalung ini?" sambil menunjukkan kalung itu di depannya
"Ha kalung?, iya sepertinya itu kalung saya jenderal. Kok bisa ada di tangan jenderal ya?" sambil meraba leher, Tasya pun bertanya pada jenderal itu
"Kemarin terjatuh saat Anda berlari di komplek kami."
"Oh iya, kalau begitu terima kasih. Boleh saya minta kembali kalung saya?"
"Tunggu dulu, Anda belum menjawab pertanyaan saya"
"Kalung itu pemberian mendiang mama saya setelah kepergiannya"
"Jadi, kamu tahu kalau kaling ini punya pasangan?"
"Iya saya tahu, pasangannya adalah tunangan saya waktu kecil. Itu pun kata mendiang mama. Kalau saya sih cuma peduli dengan kenang-kenangan kalung ini dari mama. Lagi pula saya tidak ingat memori masa kecil saya."
"Tasya, masak kamu lupa dengan aku?"
"Tunggu dulu, sejak kapan jenderal merasa sok dekat dan sok kenal dengan saya. Pake segala bilang aku kamu."
"Itu tidak penting, lagi pula kamu bisa bicara ramah dengan dr.Andi. Kenapa denganku kamu nggak bisa bicara ramah sih?"
"Oh, kalau itu sih beda, lagi pula saya sudah cukup lama mengenal dr.Andi semasa kuliah dulu."
"Oh selama kuliah aja ya. Hmmmm" ucap Anthon dalam hatinya.
"Tasya aku adalah Nio tunangan kamu dari kita kecil dulu. Aku Nio Tasyaaaa..."
Tiba-tiba Tasya mengingat kenangan masa kecilnya dulu yang cukup abstrak di penglihatannya. Hal itu membuat kepalanya sangat sakit bahkan sampai pingsan dipelukan Anthon. Sang jenderal pun memanggil tim medis untuk memeriksanya. Setelah diperiksa, dr.Andi berbincang pada Jenderal Anthon bahwa keadaan dr.Tasya baik-baik saja. Dia hanya terkejut karena mengingat memori masa lalunya yang pernah hilang. Hal itu disebabkan karena trauma saraf sensorik pada otak dr.Tasya karena kecelakaan waktu SMP.
Setelah mengetahui hal itu, Anthon merasa kasihan pada Tasya yang melalui semua hal itu sendirian. Ia berusaha untuk memulihkan ingatan Tasya dengan terus mendekatinya di RS tempat ia bekerja. Namun, dr.Tasya sangat merasa risih dengan perilaku Jenderal Anthon yang berubah seratus delapan puluh derajat itu.
Di taman samping RS,
"Jenderal Anthon, kenapa Anda terus mengikuti saya?"
"Tidak, saya hanya berjalan-jalan saja. Oh iya dr.Tasya sudah makan siang?"
Sambil mengernyitkan dahi, Tasya dibuat kebingungan dengan kelakuan Anthon. Para suster yang melihatnya pun ikut berbisik dan mulai menyebarkan desas-desus hubungan Jenderal dengan dr.Tasya. Ia pun menarik lengan Anthon dan membawanya ke ruangannya.
"Hmmm, Anda tidak demam jenderal. Apakah Anda salah makan hari ini?"
"Tidak, saya sangat sehat dan bugar"
"Lalu kenapa Anda berbeda, bukankah jenderal berdarah dingin?"
"Ha, kata siapa saya berdarah dingin. Darah saya hangat. Pegang saja kalau ingin tahu"
"Apa sih jenderal, sudahlah. Silahkan kembali ke tempat Anda. Apakah Anda tidak ada kerjaan hari ini?"
"Baik, baik saya akan kembali ke markas. Apakah Anda mau makan siang dengan saya di luar"
"Haaa.. tidak usah" dengan muka polos sambil bergeleng-geleng penuh heran.
"Aduh, habis deh aku jadi bulan-bulanan gosip para suster fans jenderal itu. Ish sebal kali lahhh..." ucap Tasya dalam hatinya
Tasya dibuat sangat kesal dan malu dengan perbuatan Anthon. Dia selalu mengirimkan makan siang ke ruangan kerjanya. Hal itu membuatnya semakin digosipkan dan dimusuhi oleh suster-suster RS. Hal ini membuat Tasya menjadi tidak nyaman dan terus berusaha menjauhi Anthon yang selalu berusaha untuk mendekatinya.
Tasya dan Andi pergi ke tempat makan All You Can Eat. Anthon membuntuti mereka yang akan makan siang ke restoran tersebut. Anthon salah memberikan kartu kredit ke pelayan untuk pembayaran makanan. Dia malah memberi KTP nya yang ternyata sedang berulang tahun hari itu. Datanglah para pelayan lain membawa confetti dan kue tart. Hal itu membuat sang jenderal berdarah dingin menjadi sangat malu. Untungnya keberadaannya tidak diketahui oleh Tasya dan Andi yangs sedang makan tak jauh dari mejanya. Tiba-tiba MC restoran mengatakan bahwa barang siapa yang berpelukan akan mendapat diskon 50%, sedangkan kalau sampai berciuman akan gratis makan dihari jadi Restoran yang pertama. Games itu pun dimulai dengan MC menyalakan musik romantis, setelah musik itu berhenti maka sayembara itu pun dimulai. Musik berhenti dan semua orang yang memiliki pasangan saling mendekat. Anthon mulai panas dingin melihat sikap Andi yang mulai mendekati Tasya. Gubrakkkk, Anthon dan Andi saling bertabrakan seperti saling berpelukan. Momen yang memalukan itu dilihat oleh seluruh orang yang makan di restoran itu. Mereka pun bertepuk tangan dan tertawa. Sedangkan Tasya mengambil ponselnya untuk mengabadikan momen itu. Mereka bertiga pun akhirnya makan bersama di satu meja. Perang dingin pun terjadi di antara ketiganya dengan posisi duduk Tasya di tengah.
Suatu hari, Jenderal Anthon mendatangi dr.Tasya yang baru saja melakukan tindakan operasi. Tasya pun berusaha untuk menjauhinya dengan berjalan cepat. Sampai akhirnya, Anthon dapat berhenti tepat di hadapannya.
"Tunggu dulu, saya hanya ingin menyampaikan berita penting. Kami butuh tenaga medis bedah di medan bencana longsor."
"Baik, akan saya sampaikan pada tim medis lainnya"
"Baik, terima kasih"
"Hmmm, sama-sama"
Di ruang kerja,
"Tasya, aku dengar TNI butuh tim medis ya. Apakah kamu juga ikut ke sana"
"Hmm kayaknya aku nggak ikut deh Andi. Aku mau jaga di RS aja kali aja ada gawat darurat di sini."
"Kan ada dokter senior bedah, dr.Lee siap kalau menangani sendirian. Lagipula beliau tidak memungkinkan ikut ke medan bencana."
"Hmmmm.... kasihan lah dr.Lee. Aku mau bantu dia aja di sini" Tasya mencari alasan untuk tetap di RS karena tidak mau bertemu Anthon yang sudah lebih dulu tiba di medan bencana.
"Oh, ya sudahlah. Aku berangkat dulu bersama tim medis."
"Oke, hati-hati di jalan ya Andi."
"Kamu juga baik-baik disana ya."
Tim medis pun berangkat dengan segera setelah kedatangan TNI ke medan bencana. Di sana TNI telah mendirikan tenda dan barak-barak pengungsian. Hari pun mulai gelap dan hujan tak kunjung henti. Banyak tebing-tebing yang mulai longsor menghambat perjalanan tim medis. Para anggota TNI pun harap penuh cemas dengan keselamatan para tim media. Namun beruntung, mereka dapat tiba ke sana pada tengah malam dengan selamat.
"Lapor jenderal, tim medis telah tiba di tempat." Setelah mendengar laporan ajudannya, Anthon berlari menuju mobil tim medis. Ia sangat menantikan kedatangan Tasya. Satu persatu tim medis keluar dari mobil. Namun, dr.Tasya tak terlihat dari sana. Banyak prajurit TNI yang juga penasaran dan kecewa mengapa dr.Tasya tidak ikut ke sana. Kemudian, dr.Andi menjelaskan bahwa dr.Tasya ikut membantu dr.Lee berjaga di RS. Jenderal Anthon pun nampak kecewa namun lega karena dr.Tasya dalam keadaan aman.
Di malam itu, suara ambulan berbunyi sangat keras membawa seorang pasien gawat darurat beserta istrinya yang menemani. Beliau adalah pensiunan Jenderal TNI yang tak lain adalah papanya Jenderal Anthon. Beliau terkena serangan jantung dan perlu tindakan operasi. Dengan cekatan, dr.Tasya melakukan tindakan medis tersebut bersama dr.Lee. Pak Leonard di bawa ke ruang inap untuk pemulihan.
Pada esok hari, dr.Tasya mendatangi istri Pak Leonard tersebut dan menjelaskan bahwa kondisinya stabil setelah dioperasi.
"Elisabeth..." kata Bu Margareth sambil melihat kalung di leher dr.Tasya
"Oh, ibu kenal mama saya?"
"Astaga, sayang kamu Anastasya ya. Sudah besar dan cantik sekarang. Ini Tante, mamanya Anthonious."
"Oh my God, nggak ketemu jendral darah dingin malah ketemu orang tuanya pula." Keluh Tasya dalam hatinya
"Oh iya Tante, kalau begitu Tante istirahat dulu ya. Kalau ada apa-apa Tante bisa panggil suster yang dua puluh empat jam siap melayani atau saya juga bisa datang langsung ke sini dengan pencet bel ini ya Tante."
"Iya sayang, makasih atas perhatiannya ya. Tapi..... " Belum selesai Bu Margareth berbicara, terdengar breaking news dari medan bencana.
"Telah dikabarkan korban bencana tanah longsor bertambah cukup signifikan. Hal ini membuat tim medis cukup kewalahan dalam mengobati pasien yang terluka parah. Stok obat-obatan pereda sakitpun mulai menipis dengan keadaan medan bencana yang semakin parah."
Mendengar berita tersebut, jiwa melayani seorang dokter pun timbul di hati Tasya. Ia tak tega mendengar berita tersebut. Pagi itu juga Tasya bergegas membawa stok obat-obatan menuju medan bencana tanpa memperdulikan dirinya. Tasya mengirim pesan kepada Andi untuk mengirimkan posisi lokasi pengungsian tersebut.
Andi pun menelpon Tasya,
"Tunggu dulu, kamu nggak berniat datang ke sini kan Tas?"
"Terlambat Ndi, aku sudah hampir sampai ke sana"
"Gila kamu Tas, hari mulai gelap karena mendung. Sepertinya akan turun hujan. Bahaya Tasya, putar balik aja deh kamu"
"Aku tetep kekeh mau ke sana. Ini aku bawa stok obat-obatan dan perlengkapan yang lain."
"Nekat banget sih kamu Tas, kamu naik mobil?"
"Iya"
"Jangan bilang kamu nyetir sendirian?"
Tut tut tutttt.... tiba-tiba jaringan telepon terputus dan lampu pun padam.
dr.Andi menyampaikan hal tersebut pada tim medis dan didengar juga oleh Jenderal Anthon. Anthon mencoba mencari informasi pada penduduk setempat tentang keadaan jalan menuju pengungsian. Mereka menjawab bahwa ada potensi tanah longsor dari tebing sekitarnya. Hari pun mulai gelap dan Tasya belum sampai ke tempat pengungsian. Bahkan ada kabar dari salah satu warga bahwa jalan telah tertutup oleh longsor. Karena panik dan khawatir, Anthon mengambil jas hujannya dan nekat untuk pergi ke jalan itu memastikan keselamatan Tasya. Semua orang berusaha untuk mencegahnya. Tiba-tiba terdengar suara traktor yang membawa seorang penumpang. Semua orang nampak menyoroti traktor tersebut dengan senter. Dia tampak kotor sekali dipenuhi dengan lumpur. Setelah membuka jas hujannya, ternyata penumpang itu adalah dr.Tasya yang tiba dengan selamat ke sana.
"Tasya.." dengan teriak sambil berlari, Anthon pun memeluk erat Tasya seolah mereka telah lama berpisah. Pelukan itu mengingatkan Tasya pada kenangan masa kecilnya dulu. Waktu perpisahan itu dengan pria kecil. Tasya pun pingsan di pelukan Anthon. Dengan sigap Anthon menggendong Tasya ke tenda medis untuk ditangani dr.Andi.
Sampai pagi hari, Tasya belum sadar juga dari pingsannya. Dengan sabar, Anthon menjaganya sampai tertidur. Matahari mulai menampakkan sinarnya, Anthon cukup bersedih karena Tasya belum bangun juga. Ia membisikkan kata "Don't Forget to Love Me, even if you don't recognize me"
Tasya pun terbangun sambil teriak "Nio..." Ia melihat Antonious ada di sampingnya. Ingatannya telah pulih dan ia sadar bahwa Anthon adalah tunangannya sewaktu kecil dulu. Mereka pun kembali berpelukan lagi. Hal ini mengejutkan semua orang dan ikut bahagia bersamanya.
Jenderal Antgon dan dr.Tasya pun menjadi pasangan paling hot selama masa pengungsian itu. Bukan karna kisah percintaan mereka, tapi karena kerja sama yang mereka jalin. Listrik, jaringan telepon, dan internet mulai pulih. Di sekitar sana ada bangunan reyot tempat anak-anak biasanya bersekolah. Tasya punya ide untuk mempromosikan daerah itu dan menggalang dana melalui live instagram miliknya yang diikuti oleh jutaan penggemarnya. Ia meminta bantuan pada Anthon untuk memegang kamera ponselnya untuk membuat video.
"Hai teman-teman semuanya, kali ini dr.Tasya berada di lokasi bencana tanah longsong. Teman-teman bisa lihat disini anak-anak masih tetap semangat untuk belajar dengan bahagia. Namun sayang fasilitas, sarana, dan prasarana pendidikan juga sanitasi belum cukup baik untuk mereka. Oleh, karena itu, dr.Tasya mengajak teman-teman untuk ikut berdonasi melalui rekening yayasan Kasih TNI pada link di bawah ini. Semoga anak-anak dan saudara-saudara kita di sini bisa mendapatkan pendidikan dan kehidupan yang lebih layak lagi. Terima kasih, salam sehat untuk semuanya"
Video live instagram tersebut mendapat dukungan yang positif dan menggalang dana yang cukup besar bagi daerah tersebut. Pembangunan berjalan dengan lancar. Kini tiba saatnya anggota TNI serta tim medis pulang ke markas.
Di RS, Tasya dan Anthon menemui Pak Leonard yang telah pulih dari sakitnya. Anthon membawa Tasya pulang ke rumahnya beserta orang tuanya. Tasya sungguh terharu melihat kehangatan keluarga Anthon yang dapat makan bersama. Tasya jadi ingat papa dan mamanya di desa. Besoknya mereka pergi ke desa Tasya untuk berziarah ke makam papa mamanya. Anthon pun membeli kembali kebun teh yang dulunya milik keluarga Tasya. Pernikahan pun terjadi di desa itu dengan penuh bahagia.
Comments
Post a Comment