Casanova from Monte Carlo

    

    Indonesia digemparkan dengan kedatangan Casanova Carlo. Dia adalah anak dari Dominico Carlo, raja judi asal Monaco. Casanova menjadi pewaris tunggal Kasino Monte Carlo setelah kematian ayahnya. Dia juga terkenal sebagai raja playboy yang suka gonta-ganti pasangan dengan parasnya yang rupawan. Walaupun begitu, dia memiliki darah Indonesia dari ibunya, Domenica Carla. Entah suatu kebetulan yang mempersatukan orang tuanya tersebut. Indonesia dan Monaco memiliki bendera yang sama yaitu merah putih. Cerita tentang pernikahan orang tuanya Nico & Nica di masa lalu pun tak luput dari pemberitaan di berbagai media. Namun sayang, identitas dari Sang Casanova masih menjadi misteri dan hanya orang tertentu saja yang tahu. Para awak media pun terus menyelidiki keberadaan dari Sang Casanova tersebut. Mereka mendatangi Bandara Halim Perdana Kusuma tempat Casanova tiba di Jakarta. Lagi-lagi mereka gagal mendapati Sang Casanova yang berhasil menyelinap kabur di keramaian.

    Di sisi lain Pak George, bos agensi mata-mata terbesar di Jakarta kedatangan teman lamanya dari luar negeri. Temannya tersebut bernama Caso yang memiliki kasus pencarian orang hilang. Ternyata dia akan melakukan pencarian mamanya di Indonesia. Pak George pun memberikan kasus tersebut pada salah satu agennya yang terbaik. Dia adalah Mirabella Anastasia atau biasa disebut Mira. Mira adalah gadis cantik yang polos dan baik hati. Dia terlahir dari keluarga misionaris dari ayahnya yang seorang pendeta.

    Sebelum mengawali pencarian, Mira mengajak Caso ke gereja tempat papanya melayani. Awalnya Caso menolak dan menceritakan bahwa terakhir kali dia beribadah dan ke gereja saat sebelum kepergian ibunya dari Monaco. Akhirnya Caso pun setuju walaupun hatinya masih menolak. Di sana Mira mulai mengajari Caso cara berdoa dan membaca Alkitab. Saat Mira mulai membuka Alkitabnya, ada sebuah pembatas buku terjatuh tepat di kaki Caso. Caso pun menyadari bahwa itu adalah pembatas buku milik ibunya. Mira menjelaskan bahwa mungkin ini cara Tuhan memberitahu mereka dengan klue/tanda keberadaan Ibu Caso. Namun, Caso masih merasa bahwa hal itu hanya sebuah kebetulan belaka. 

    Setelah ibadah itu selesai, segera mereka menuju toko tempat Mira membeli pembatas buku itu. Mereka langsung pergi tanpa berpamitan pada papa dan mama Mira yang saat itu juga berada di gereja tersebut karena buru-buru. Mereka mendatangi sebuah toko loak yang menjual barang-barang bekas berharga. Sang pedagang mengatakan, bahwa yang menjual pembatas buku tersebut adalah seorang suster dari Rumah Sakit Bethesda yang bernama Lusia.

“Oh iya Cas, itu kan rumah sakit milik mamaku. Mamaku juga dokter di sana, pasti beliau tahu suster itu.”

“Ya udah kita langsung aja ke rumah sakitnya.”

    Mereka pun langsung mendatangi rumah sakit tersebut yang tak jauh dari toko loak itu. Mereka tak juga menemui suster itu.

“Ya udah Cas, kita ke rumahku saja dan bertanya pada mamaku. Di hari Minggu, mama selalu di rumah kok.’

“Oke.” Caso pun mulai penasaran tentang Mira karena segala petunjuk itu ternyata berhubungan dengan Mira. Caso masih menganggap hal itu sebagai kebetulan.

    

    Mereka sampai di rumah Mira. Rumah itu bak istana megah yang berdiri kokoh dengan banyak pilar.

“Woww… Kamu ternyata dari kalangan orang kaya juga ya?”

“Bukan aku yang kaya. Ini rumah mamaku, peninggalan dari kakekku.”

“Pantesan mamamu pemilik rumah sakit itu. Tapi kenapa kamu malah jadi agen mata-mata sih? Kenapa nggak ikut jejak mamamu jadi dokter atau papamu jadi pendeta aja gitu?”

“Ya….. Semua orang punya pilihan dalam hidupnya. Aku hanya ingin membantu orang-orang menyelesaikan masalahnya. Bukankah membantu orang adalah pekerjaan yang baik?”

“Kamu benar juga hehe”

“Oh iya, kamu kok kenal bos ku. Memang apa pekerjaanmu?

“Bos mu dan aku itu dulu rekan bisnis yang menjadi teman baik.”

    Saat bertanya pada mamanya, ternyata suster itu telah lama pensiun dan pulang ke kampung halamannya yang ada di Jogja. Mama MIra pun memberikan alamat suster Lusia. Mira dan Caso kembali melanjutkan perjalanannya dengan mobil. Dalam perjalanan, mereka menemui pencobaan dan hampir terancam jiwanya. Mobil yang Caso kendarai tersebut di hadang oleh 2 orang perampok yang beraksi di malam itu. Beruntung mereka selamat dengan mobil yang telah dirampas, namun masih menyisakan ponsel, dompet, Alkitab, dan pembatas buku itu. Sebelum para warga datang menolong mereka, Caso terlibat perkelahian yang sengit. Lagi-lagi Caso beruntung dengan luka yang tak cukup parah. Para warga tersebut menawarkan rumahnya untuk mereka tinggali pada malam ini. Namun, Caso menolaknya untuk segera melanjutkan perjalanan. 

“Sial, mobilku yang menjadi satu-satunya kendaraan kita mereka rampas. Awas saja kalau aku bertemu lagi akan aku beri perhitungan pada mereka itu.”

“Sudahlah Cas, lagipula ponsel, dompet, alamat, Alkitab, dan pembatas buku ini masih ada pada kita. Terlebih lagi kita masih diberi keselamatan dari Tuhan.”

    Mira mengingatkan pada Caso bahwa Tuhan Yesus mengajarkan untuk selalu mengampuni. Terlebih lagi pada musuh, kita harus tetap mengasihi. Caso masih tak habis pikir dengan jalan pemikiran Mira yang terlampau polos itu. Mereka mencoba mencari tumpangan ke Jogja dengan memberhentikan kendaraan yang tampaknya sangat jarang lewat di malam itu. Berhentilah sebuah mobil sedan, Caso menawarkan sejumlah uang untuk membujuk sopir tersebut. Namun, lagi-lagi ia mendapatkan penolakan. Mira mengingatkan Caso untuk tidak menggunakan uangnya dalam mendapatkan sesuatu karena uang bukanlah segalanya. Terlihat mobil bak terbuka akan lewat, segera Mira memberhentikannya dan meminta bantuan secara halus. Sang supir pun dengan senang hati membantu mereka tanpa imbalan. Lagipula mobil tersebut juga akan menuju Jogja dengan membawa beberapa domba di bagian belakang mobil itu. Tanpa pilihan apapun, Caso mengiyakan untuk naik mobil tersebut. Caso pun mengeluh, namun Mira masih mengingatkannya bahwa Tuhan Yesus saja rela lahir di kandang domba. Walaupun DIA bisa menggunakan kuasanya untuk lahir di tempat terbaik sekalipun, namun DIA menunjukkan sisi kerendahan hati-Nya.

    Segala yang dikatakan Mira membuat Caso menjadi lebih tenang. Hatinya mulai terbuka untuk menerima Yesus dan mulai jatuh cinta pada Mira. Selama perjalanan panjang itu, Mira mengajarkan lagu rohani pada Caso untuk menguatkan hatinya.

“Ku tak akan menyerah pada apapun juga

Sebelum ku coba, semua yang ku bisa

Tetapi ku berserah kepada kehendak-Mu

Hatiku percaya Tuhan punya rencana.” Mereka menyanyikan lagu Ku Tak Akan Menyerah karya Jeffry S.T.

       Sampailah mereka di Jogja. Namun, sang supir pun tak bisa mengantarnya sampai tujuan. Mereka berhenti di sebuah sendang yang indah nan asri. Mira mengucap syukur dan berdoa agar diberi petunjuk lagi.Terlihat nenek tua sedang mengumpulkan kayu. Mereka berdua bertanya alamat pada nenek itu. Tuhan menunjukkan kasih setianya, Nenek itu adalah Suster Lusia yang mereka cari. Nenek Lusia menjelaskan bahwa ia mendapatkan pembatas buku itu dari suaminya yang sudah lama meninggal. Tanpa tahu asal-usul suaminya mendapatkan pembatas buku itu.

“Tuhan itu nggak adil Mir. Padahal aku mulai percaya pada-Nya. Semuanya sia-sia, sudah tak ada lagi harapan. Sudah selesai Mir.”

“Tidak Cas, Tuhan adalah setia. Jika dari awal DIA menyertai maka sampai akhir nanti DIA yang sama yang akan menggenapi. Selalu masih ada harapan saat kita mau percaya pada-Nya.”

    Amarah Caso mulai mereda dan mereka bermalam di rumah Nenek Lusia. Keesokan paginya, mereka makan dengan suguhan ubi rebus yang telah dimasak Nenek Lusia. Lagi-lagi Caso mengeluh karena pikirnya Nenek Lusia menerima dana pensiunan yang cukup untuk masa tuanya. Mira membenarkan bahwa mamanya menyediakan dana pensiunan itu. Ternyata dana pensiunan itu digunakan untuk memberi makan anak-anak panti asuhan walaupun kehidupannya juga susah. Caso dibuat bingung karna seharusnya Nenek Lusia menggunakan uang itu untuk masa tuanya.

“Memberi bukan saat kita kaya. Kita kaya karena kita bisa memberi pada orang lain.”

“Tapi, kenapa Tuhan seperti tak berlaku adil pada orang miskin ya?”

“Adil menurut manusia tak akan sama dengan ukuran Tuhan. Misalnya, kita yang berkecukupan berkat dari-Nya berarti diberi tugas untuk berbagi. Bukakah harta adalah berkat yang Tuhan titipkan dan tak akan bisa dibawa mati?” Caso mulai mengerti dengan jalan pemikiran Mira.

    Setelah tak ada lagi yang bisa mereka cari, Caso mengajak Mira untuk menemui temannya yang ada di sebuah bar mewah di kota Jogja. Semua orang di bar tersebut mengenai Caso sebagai Casanova. Si raja playboy, pemilik Kasino terkenal di Monaco sekaligus anak mendiang raja judi di sana.

“Aku tak menyangka kalau kamu adalah Casanova yang ramai diberitakan itu.”

“Lalu kenapa kalau aku Casanova?”

“Kita sudah berbeda prinsip. Lagi pula sudah tak ada lagi urusanku denganmu. Aku akan menghubungi pamanku untuk diantar ke Jakarta sekarang.”

“Aku minta maaf jika sudah berbohong soal identitasku. Bukankah kamu sendiri yang mengajariku untuk mengampuni?”

“Iya, aku sudah memaafkanmu. Ini aku kembalikan pembatas buku itu, kamu yang lebih berhak.”

    Mira kembali ke Jakarta dan meninggalkan Caso di Jogja bersama teman-temannya. Dalam keramaian di bar itu, Caso merasa kesepian dan sedih telah kehilangan Mira. Dia mulai menjauhi dunia gelapnya dan menolak untuk minum-minum anggur lagi. Setelah kejadian itu, Caso tergerak hatinya untuk datang sendiri ke sebuah gereja. Di sana ia berdoa dan memohon pengampunan pada Tuhan.

“Tuhan, aku bukanlah manusia yang sempurna. Selama hidupku, ku tak pernah sungguh-sungguh menyapamu dalam doa. Namun, izinkanlah kali ini aku bertobat dan kiranya pertemukanlah aku dengan mama, ya Tuhan. Dalam nama Tuhan Yesus, aku berdoa dan mengucap syukur.”

“Amin.” Belum selesai Caso menutup doanya, terdengar suara ibu paruh baya yang menutup doa tersebut dengan mengatakan “Amin”.

    Sosok itu sangat tidak asing bagi Caso, walaupun rambutnya telah menjadi putih. Caso pun menunjukkan pembatas buku miliknya itu. Ibu paruh baya tadi pun menyadari bahwa Caso adalah anaknya, sedangkan ibu itu adalah Domenica Carla. Pertemuan anak dan ibu itu berlangsung dengan sangat haru. Ternyata Mama Caso sedang memberikan persembahan perpuluhan dari usahanya sebagai pemasok anggur perjamuan kudus. Mama Caso menceritakan segala yang terjadi di masa lalu. Dia tak menyangka pekerjaan suaminya ternyata raja judi yang tidak berkenan dihadapan Tuhan. Diam-diam ia mendonasikan uang suaminya untuk orang yang membutuhkan. Sampai suatu hari, suaminya mendapatinya mentransfer uang ke seorang pria di Indonesia. Akhirnya Papa Caso menuduh mamanya berselingkuh dan mengusirnya kembali ke Indonesia membawa pembatas buku kesayangannya itu.

    Sejak pertemuan itu, Caso menjual seluruh harta kekayaannya yang ada di Monaco dan memilih hidup bersama mamanya. Harta itu ia bagi-bagikan ke semua orang yang membutuhkan dan memilih hidup sederhana. Suatu hari, keluarga dari teman mamanya mendatangi mereka. Dia adalah pria yang sama yang mamanya bantu di masa lalu. Yang lebih mengejutkan lagi, pria itu adalah papanya Mira. Papa Mira menjelaskan bahwa dulu Mama Caso yang memberikan dana bantuan pembangunan gereja tempatnya melayani. Gereja yang pertama kali Caso datangi ketika di Jakarta bersama MIra. Caso tak menyangka akan hal itu, mamanya merelakan kebahagiaannya sendiri untuk menolong orang banyak. Karena masih terkejut, Mira hendak pergi dan Caso pun berhasil mencegahnya.

“Kamu masih marah Mir?”

“Udah nggak kok.”

“Tapi kok menghindar gitu? Mir, aku sudah tak seperti dulu lagi. Aku udah nggak jadi raja playboy kok hehe. Aku udah jual seluruh hartaku dan menjadi seperti Zakheus yang bertobat.” Mendengar pengakuan Caso, Mira mulai membuka hatinya kembali untuk Caso.

“Kalau aku miskin, apa kamu masih menerima aku apa adanya sebagai penjual anggur?”

“Aku akan selalu menerimamu, jika kamu mau berubah menjadi orang yang lebih baik lagi. Tunggu dulu, anggur?”

“Iya… anggur perjamuan kudus loh… hehe”

“Baiklah, aku akan menerimamu sebagai penjual anggur di seumur hidupku.”

“Apa itu berarti kamu mau menjadi pasangan hidupku?”

“Ehemmmmm…” Seolah MIra mengangguk sambil tersipu malu dengan pipinya yang mulai kemerahan.

“Oh….. Terima kasih Tuhan…..”

    Mereka berdua memiliki akhir hidup yang indah di dalam Tuhan. Dalam janji pernikahannya, mereka menyatakan untuk selalu mengasihi dalam suka maupun duka sampai maut memisahkan. Usaha anggur pun berkembang pesat dan mereka hidup bergelimang harta. Namun, mereka tetap hidup sederhana di Jogja dan membagikan hartanya sebagai berkat untuk orang yang membutuhkan.

Comments

Popular posts from this blog

4 Villa

Don't Forget to Love Me

Doctor Police